Ngobrol Digital bersama Matter Mos
Santai adalah hal yang bisa mendeskripsikan cowok ini dalam satu kata. Menjadi seorang rapper bukanlah percobaan pertamanya untuk bersinar di industri musik, tapi bisa dipastikan dia berkembang dengan kecintaannya pada lirik. Temui Fadhil a.k.a Matter Mos, orang yang menyenangkan ketika mengobrol tentang bagaimana era digital mempengaruhi para musisi di industri musik. Kami duduk dengan cowok Gemini ini untuk membicarakan tentang musiknya dan media sosial sebagai alat untuk membantu kita mencapai suatu tujuan. Baca obrolan lengkapnya di bawah ini.
Sejak kapan Anda mulai bermusik?
Sejak 2009 ketika masih kuliah, saat itu saya memainkan musik metal hingga 2014. Suatu hari ketik sedang terjebak macet, saya memutuskan untuk mulai menulis lirik.
Apa lagu yang didengar dan disukai sehingga membuat Anda berpikir, “Ini yang mau saya lakukan”?
Saya mendengarkan Michael Jackson dan pernah menyanyikan lagu-lagunya di depan cermin. Lalu saya minta dibelikan sepatu yang bisa dikenakan untuk mooonwalk. Saya padankan sepatunya dengan kaus kaki putih, lalu saya kenakan ke mall untuk berlari dan meluncur di lantai. Michael Jackson bisa dibilang membentuk diri saya sewaktu kecil.
Anda dulu vokalis band metal. Apa yang membuat Anda mengganti genre, dan kenapa hip hop?
Saya belajar bahasa Inggris dari lirik hip hop. Pertama kali mendengar The Black Album-nya Jay-Z dan Marshall Mathers LP-nya Eminem, saya sudah bertanya-tanya tentang apa yang mereka bicarakan dan mengapa musiknya terdengar intens tapi keren dalam waktu bersamaan, energinya yang mendorong saya untuk belajar bahasa Inggris. Ketika masih di band metal, saya masih mendengarkan banyak lagu hip hop karena saya menyukai lirik. Itulah mengapa Saya banting stir ke hip hop. Lirik.
Apa yang sejauh ini sudah didapat setelah menjadi seorang rapper?
Kesempatan diwawancara di sini. Hehehe. Tidak tahu, saya ambil apapun yang bisa didapatkan. Bukan dalam konteks “I came, I saw, I conquer” tapi lebih seperti bucket list yang bahkan saya tidak tahu kalau itu ada di daftar tapi terus saja ceklisnya bertambah, dari mengobrol dengan Iwa K sampai memeluk Kunto Aji di belakang panggung. Jujur saja rasanya surealis sekali, tapi menyenangkan. Saya tidak berekspektasi pada apapun yang saya lakukan. Jadi jika itu terjadi, ya, terjadi saja.
Apa pengalaman yang paling menarik selama Anda menjadi musisi?
Ada banyak. Membuat lagu bersama Dipha [Barus], ditatap oleh perempuan berkerudung dari keramaian penonton ketika saya masih di band metal, melihat seorang fans menatap dengan berbagai macam emosi ketika saya tampil di Perayaan Bayangan-nya Hindia. Hal-hal itu sangat mempengaruhi saya. Juga apresiasi dari orang-orang yang menghampiri saya setelah manggung dan bilang, “Gue mendengarkan lagu-lagu lo!” atau “Lagu lo keren banget!” dan banyak lagi.
Suatu hari nanti akankah Anda ganti genre lagi? Jika ya, akan ganti ke genre apa?
Tidak tahu. Selama masih ada musik saja karena saya menyukai semuanya. Saya suka membuat lagu pop dan sangat menyukai membuat lagu hip hop. Selama ada liriknya, pasti akan saya lakukan. Genre apapun.
Sebagai musisi, seberapa besar pertumbuhan dunia digital, khususnya media sosial saat ini, mempengaruhi Anda?
Saya melihatnya sebagai alat yang membantu untuk meraih siapapun yang mengikuti atau tertarik dengan apapun yang ingin orang tahu tentang saya. Itu saja. Bahkan bukan tentang memiliki feed yang keren. Saya pikir itu tidak sebegitu penting.
Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan tentang ini. Karena ia mengubah segalanya. Saya adalah pengamat, maksudnya, saya mengamati otang-orang yang menggunakan alat ini dan perkembangannya. Ini menginspirasi karena sekarang ini Anda tidak memerlukan banyak hal untuk melakukan apa yang ingin Anda lakukan.
Contohnya, beberapa musisi menolak label mayor karena jumlah fans mereka sudah besar. Bukannya saya mengecilkan label mayor, tapi dampak media sosial sudah membuat musisi tersebut besar. Sehingga Anda sebagai musisi indie juga bisa berkembang dan menjadi besar.
Saya merasa kalau sosial media itu alat yang bagus sejauh ia tidak menggunakan Anda. Anda yang mengontrol media sosial, bukan sebaliknya.
Adakah hal yang membuat Anda terganggu sekali dari media sosial?
Hal menyebalkan untuk saya adalah sesuatu yang terlalu ekstrem—terlalu bebas atau terlalu kaku. Terlalu kaku maksudnya ketika seseorang merasa kalau semua orang harus setuju dengan opininya, atau sesuatu seperti fenomena SJW (social justice warrior). Saya pikir kuncinya adalah berhenti melihatnya. Kesehatan mental Anda akan jadi lebih baik tanpa perlu terlalu terobsesi akan sesuatu.
Di era digital, setiap musisi ditantang untuk selalu produktif dan inovatif karena ada banyak sekali pendatang baru dalam siklus yang cepat. Bagaimana Anda menghadapi tantangan tersebut?
Dipha Barus bilang, “Kualitas di atas kuantitas”. Saya setuju dengan itu. Ada banyak lagu dirilis, kayak setiap hari atau minggu. Tapi ini bukan tentang siapa yang lebih dulu karena ini sebenarnya sebuah maraton. Maraton seumur hidup yang hanya berhenti ketika Anda mati. Jadi sangat mungkin Anda ketinggalan lalu menambah kecepatan dan berlari lebih cepat untuk menyusul di tahun-tahun yang akan datang.
Sebagai musisi, apa yang ingin Anda tuju?
Berkolaborasi dengan Kendrick [Lamar]. Hahaha. Tidak tahu, saya kan punya bucket list yang tak kasat mata untuk segala hal. Bisa saja saya di Yogyakarta syuting video dengan Rendy Pandugo yang disutradarai oleh Bramski untuk video musik dengan budget sangat besar. Saya bahkan tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi, tapi itu terjadi. Atau ketika tiba-tiba Baskara [Putra dari .Feast dan Hindia] mengajak saya berkolaborasi dengannya di sebuah lagu tentang orang-orang yang merenung di jam makan siang dengan deadline seminggu sebelum dirilis. Saya tidak tidur samsai jam 9 pagi untuk menyelesaikan lagu itu dan ternnyata itu adalah salah satu lagu saya yang saat ini paling dikenal. Saya bahkan tidak pernah membayangkan hal tersebut terjadi. Saya tidak tahu kalau itu ada di bucket list. Tapi salah satu yang pasti ada di sana adalah berkolaborasi dengan semua musisi yang saya hormati.
Jadi intinya daftar tersebut akan muncul setelah sesuatu terjadi?
Iya, aneh kan?
Apa selanjutnya dari Matter Mos?
Lebih banyak musik, kolaborasi, konten, dan lebih segalanya. Doakan saya, ya!